Wisata Jalan jalan di Surabaya
- Ciputra Water Park
- Pantai Kenjeran 2
- Taman Remaja Surabaya
- Taman Hiburan Rakyat
Wisata Alam
- Taman Bungkul
- Jembatan Suramadu.
- Kebun
Binatang Surabaya
- Kebun Bibit/ Taman Flora
Bratang.
- Pantai Ria Kenjeran
- Taman
Hiburan Pantai Kenjera
Wisata Bahari
- Monumen
Jalesveva Jayamahe
- Monumen
Kapal Selam (Monkasel)
- Pantai Kenjeran
Surabaya
- Pelabuhan
Kalimas Surabaya
- WaterPark Citraland Surabaya
Wisata Belanja
- Plaza Tunjungan
- Mall Galaxy
- Plaza Surabaya
- Mall Surabaya
- City
Of Tomorrow
- Surabaya
Town Square
- Jembatan Merah Plaza
- Plaza Marina
- Tunjungan
Electronic Center
- ITC Mega Grosir
- Royal Plaza
- Pakuwon
Trade Center (PTC) dan Supermal Pakuwon Indah (SPI)
- Grand City
- Ciputra World Mall
- Pusat Grosir
Surabaya
- Pasar Kapasan
- Pasar Bunga Kayoon
- Pasar Bunga Bratang
Wisata Religi
Sejumlah tempat peribadatan yang sering menjadi kunjungan warga masyarakat
juga tersedia di Surabaya. Berikut tempat peribadatan yang menjadi kunjungan
orang untuk berdoa:
a. Masjid Al Akbar
Berada di Jalan Pagesangan, wilayah Surabaya Selatan, Masjid Al Akbar
merupakan masjid terbesar di Surabaya dengan gaya arsitektural unik dan modern.
Masjid ini diresmikan oleh Presiden Abdurrachman wahid pada 10 November 2000.
Berdiri di atas lahan seluas tanah seluas 11,2 Ha, keunikan masjid ini
terletak pada desain kubahnya yang menyerupai struktur daun, yakni memadukan
warna hijau dan biru, memberi efek sejuk dan segar. Sementara, dari menaranya,
kita dapat menikmati pemandangan Kota Surabaya yang sangat indah, terutama di
malam hari.
b. Masjid Agung Sunan Ampel
Raden Achmad Rachmatulloh adalah seorang public figur yang alim dan bijak
serta berwibawa dan semakin banyak mendapatkan simpati dari masyarakat
diusianya yang masih belia 20 tahun. Dan pada saat kedatangan beliau ke tanah
jawa, beliau diberi kepercayaan oleh Raja Majapahit tempat untuk berdakwah dan
sebagai tempat tinggalnya yang baru yaitu Ampel Dento (Surabaya).
Sebagai media berdakwah Raden Achmad mengajak para pengikutnya untuk
membangun sebuah masjid pada tahun 1421 M. Masjid ini di bangun dengan gaya
arsitektur jawa kuno dan nuansa arab islami yang sangat lekat. Raden Rachmad
yang lebih dikenal sebagai Sunan Ampel wafat di Ampel pada tahun 1481. Yang di
makamkan disebelah kanan depan masjid Ampel. samapai dengan tahun 1905 Masjid
Sunan Ampel yang merupakan masjid terbesar kedua di Surabaya.
Kemudian oleh warga Ampel Masjid dan makam Sunan Ampel dibangun sedemikian
rupa agar orang- yang ingin melakukan sholat di masjid dan berziarah dapat
merasa nyaman dan tenang. Hal ini tampak jelas dengan dibangunnya lima Gapuro
(Pintu Gerbang) yang merupakan simbol dari Rukun Islam.
Dari arah selatan tepatnya di jalan Sasak terdapat Gapuro bernama Gapuro
Munggah, dimana Anda akan menikmati suasana perkampungan yang mirip dengan
pasar Seng di Masjidil Haram Makkah. Menggambarkan bahwa seorang muslim wajib
naik haji jika mampu.
Setelah melewati lorong perkampungan yang menjadi kawasan pertokoan yang
menyediakan segala kebutuhan mulai busana muslim, parfum, kurma dan berbagai
assesoris orang yang sudah pernah melakukan ibadah haji lengkap tersedia di
pasar Gubah (Ampel Suci). Kemudian Anda akan melihat sebuah Gapuro Poso (Puasa)
yang terletak di selatan Masjid Sunan Ampel. Kawasan Gapuro Poso ini memberikan
suasana pada bulan puasa Ramadhan. Menggambarkan bahwa seorang muslim wajib
berpuasa.
Setelah melewati Gapuro Poso, Anda memasuki halaman Masjid. Dari halam ini
akan tampak bangun Masjid Induk yang megah dengan menaranya yang menjulang
tinggi yang dibangun oleh Sunan Ampel. Yang sampai sekarang masih tetap utuh
baik menara maupun tiang penyangganya.
Setelah Anda melakukan sholat di Masjid Sunan Ampel, maka Anda dapat
melanjutkan perjalanan kembali dan akan Anda jumpai Gapuro Ngamal. Disini
orang-orang dapat bershodaqoh sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan. Yang mana
shodaqoh tersebut juga digunakan untuk pelestarian dan kebersihan kawasan
Masjid dan Makam. Menggambarkan Rukun Islam tentang wajib zakat.
Kemudian tak jauh setelah itu Anda akan melewati Gapuro Madep letaknya
persis di sebelah barat Masjid Induk. Disebelah kanan terdapat makam Mbah
Shanhaji yang menentukan arah kiblat Masjid Agung Sunan Ampel. Menggambarkan
sebagai pelaksanaan sholat menghadap kiblat.
Dan setelah itu Anda akan melihat Gapuro Paneksen untuk masuk ke makam. Ini
menggambarkan sebagai syahadat “Bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad utusan Allah”.
Setelah melalui ke lima Gapuro (gerbang) tersebut maka dari dapat diambil
kesimpulan bahwa Gapuro tersebut menggambarkan Rukun Islam yang jumlahnya lima.
Syahadat (Gapuro Peneksen) bersaksi tiada Tuhan selain Allah.
Sholat (Gapuro Madep) melaksanakan sholat menghadap kiblat.
Zakat (Gapuro Ngamal) menunaikan Zakat/ Shodaqoh bagi yang mampu.
Puasa (Gapuro Poso) suasana puasa sperti di bulan suci Ramadhan.
Haji (Gapuro Munggah) melihat nama dan bahasanya serta suasana di Gapuro
Munggah. Munggah Haji (Naik Haji).
Masjid Agung Sunan Ampel ini terletak di jalan KH. Mas Mansyur Surabaya
Utara.
c. Masjid Muhammad Cheng Hoo
Pada abad ke-15 di masa Dinasti Ming (1368-1643) orang-orang Tionghoa dari
Yunna mulai berdatangan menyebarkan Agama Islam, terutama di Pulau Jawa. Tak
dapat disangkal bahwa laksamana Cheng Hoo alias Sam Poo Kong alias Pompu Awang
pada tahun 1410 dan tahun 1416 dengan armada yang dipimpinnya mendarat di
pantai Si ongan, Semarang. Selain menjadi utusan Kaisar Yung Lo untuk
mengunjungi Raja Majapahit, ia juga bertujuan menyebarkan Agama Islam.
Berkaitan dengan sejarah tersebut, dibangun masjid dengan arsitektur khas
Tiongkok, di areal komplek Gedung Serba Guna PITI (Pembina Imam Tauhid Islam)
Jawa timur Jl. Gading No.2 (Belakang TMP Kusuma Bangsa) yang diberi nama
“Masjid Muhammad Cheng Hoo”. Luasnya 231 m², berkapasitas 200 orang. Bangunan
utama seluas m².
d. Gereja Kristen Indonesia
Diresmikan pada 11 September 1881 oleh de Christeijke Gereformeerde Kerk,
awalnya bernama Gereja Gereformeerd Surabaya. Baru pada 11 September 1987 resmi
berubah nama menjadi GKI Pregolan Bunder. Gereja yang terletak di jalan
Pregolan ini hingga kini masih mempertahankan bentuk asli bangunannya.
e. Gereja Katholik Santa Perawan Maria
Bentuk bangunannya yang artistik dan bergaya ghotik merupakan perpaduan
arsitektur yang sangat menarik dan unik dikalangan arsitektur bangunan. Gereja
Katholik kelahiran Santa Perawan Maria merupakan gereja yang cukup tua di kota
Surabaya.
Sebelum dibangunnya Gereja Katholik kelahiran Santa Perawan Maria ini,
sudah dibangun sebuah Gereja Katholik pertama di Surabaya bergaya Eropa yang
terletak dipojok jalan Kepanjen dan Kebonrojo. Pada awalnya dua orang pastor
pada tanggal 12 Juli 1810, Hendricus Waanders dan Phillipus Wedding datang dari
Belanda dengan kapal ke Surabaya. Yang kemudian Pastor Wedding pergi ke
Batavia. Dan Pastor Waanders menetap di Surabaya.
Pastor Waanders sering mengaadakan misa untuk umat Katholik di Surabaya.
Yang kemudian dari hari ke hari jumlah jemaat Katholik semakin bertambah yang
kemudian membuat umat Katholik berencana membangun sebuah gereja katholik.
Dan baru pada tahun 1822, umat Katholik dapat merealisasikan membangun
sebuah gereja pertama dipojok Roomsche Kerkstraat/ Komedie weg (Kepanjen/
Kebonrojo). Namun belakangan gereja Katholik pertama ini dipindah ke gedung
baru di sebelah utaranya, tepatnya di jalan Kepanjen Kelurahan Krembangan
Selatan di wilayah Surabaya Utara. Hal ini dikarenakan gereja yang lama rusak.
f. Pura Jagad Karana
Pura merupakan tempat ibadah bagi umat Hindu. Bagi umat Hindu yang tinggal
di Surabaya ataupun pendatang yang ingin melakukan sembahyang dapat
melaksanakan di Pura Jagad Karana ini. Tempatnya yang jauh dari keramaian kota
akan semakin menambah kekhidmatan umat Hindu dalam menjalankan ibadah.
Pura Jagad Karana berada di jalan Gresik-Surabaya. Pura Jagad Karana ramai
dikunjungi oleh umat Hindu umumnya pada hari sabtu malam, Galungan, Kuningan,
Nyepi, Saraswati dan lain sebagainya. Bentuk Pura Jagad Karana ini dikelilingi
oleh benteng yang cukup tinggi.
Dan Pura Jagad Karana dibangun diatas tanah lapang dimana tanah sekitarnya
telah dipaving sebagai tempat ibadah umat Hindu. Agar nampak asri sepanjang
jalan masuk di tanami dengan beberapa tanaman hias. Suasana Pura Jagad Karana akan
lebih terasa di Bali pada saat hari-hari raya umat Hindu.
g. Klenteng Boen Bio
Umat peribadatan umat Kong Hu Chu yang terletak di Jalan Kapasan ini
dibangun pada 1883 oleh dua orang Tionghoa bernama Go Tik Lie dan Lo Toen Siong
di atas lahan seluas 500m2, atas pemberian Mayoe The Boen. Pembangunannya
dikerjakan langsung oleh insinyur dari Tiongkok. Pada 1904, luas lahan klenteng
ini diperluas menjadi 630m2. Di bagian depannya terdapat empat pilar berukiran
naga, lima pintu, dan enam jendela pintu, dimana di bagian tengahnya terdapat
tulisan “Ban Sie Soe Piauw”. Sementara, di bagian tengahnya terdapat dua pilar
yang juga berhias ukiran naga.
h. Klentheng Sanggar Agung
Terletak di kawasan Pantai Ria Kenjeran, tempat ini berfungsi sebagai rumah
ibadah bagi pemeluk Budha, Tao, dan Khong Hu chu. Altar dan patung-patung
berukiran khas Cina banyak dijumpai disini. Mulai dari pintu, yang melambangkan
avalokitesvara (Bai Yi Guan Yin) dengan Long Nu (Nagin)dan Shan Cai (Sudhana)
bersama Si Da Tian Wang (Catummaharajadevata).
Berbagai macam acara kerap diselenggarakan di tempat ini, diantaranya
adalah perayaan Festival Bulan Purnama. Tak kurang dari 20 ribu orang biasanya
hadir dalm festival tersebut.
i. Klentheng Hong Tiek Hian
Menurut cerita yang beredar hingga saat ini, mengatakan bahwa Klenteng Hong
Tiek Hian dibangun oleh tentara Tartar pada zaman Khu Bilai Khan pada awal
pendirian kerajaan Majapahit. Klenteng Hong Tiek Hian juga merupakan klenteng
paling tua di Surabaya yang dibangun di wilayah Chinese Kamp (Pecinan).
Tempat ibadah orang-orang Khong Hu Chu ini sangat ramai dikunjungi hampir
setiap harinya. Setelah orang-orang Khong Hu Chu selesai melakukan sembahyang,
mereka juga dapat menikmati pertunjukan wayang Pho Tee Hi dengan cerita-cerita
Mandarin.
Klenteng Hong Tiek Hian atau Klenteng Dukuh , terletak di jalan Dukuh
GG.II/ 2 dan jalan Dukuh N0.23/ i.
j. Joko Dolog
Ditengah kota Surabaya, tepatnya di Taman Apsari, yaitu di jalan Joko Dolog,
terdapat beberapa peninggalan kuno yang merupakan warisan budaya nenek moyang.
Salah satu peninggalan tersebut adalah arca Budha Mahasobya yang lebih dikenal
dengan nama JOKO DOLOG. Pada lapiknya terdapat prasasti yang merupakan sajak,
memakai huruf Jawa kuno, dan berbahasa Sansekreta. Dalam prasasti tersebut
disebutkan tempat yang bernama Wurare, sehingga prasastinya disebut dengan nama
prasastiWurare.
Arca Budha Mahasobya ini berasal dari Kandang Gajak. Pada 1817 dipindahkan
ke Surabaya oleh Residen de Salis. Daerah kandang Gajak dulu merupakan wilayah
Kedoeng Wulan, yaitu daerah dibawah kekuasaan Majapahit. Pada masa penjajahan
Belanda termasuk dalam Karesidenan Surabaya, sedangkan masa sekarang termasuk
wilayah desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto – Jawa Timur.
Arca Budha Mahasobya, yang terkenal dengan nama Joko Dolog ini, sekarang
banyak dikunjungi orang-orang yang mohon berkah. Namun jika melihat lapiknya,
disebut prasati Wurare, sangat menarik karena memuat beberapa data sejarah di
masa lampau.
Angka prasasti menunjukkan 1211 Saka dan ditulis oleh seorang abdi raja
Kertajaya bernama Nada. Prasasti yang berbentuk sajak sebanyak 19 baik ini isi
pokoknya dapat dirinci menjadi 5 hal, yaitu :
1. Pada suatu saat ada seorang pendeta yang benama Arrya
Bharad bertugas membagi Jawa menjadi 2 bagian, yang kemudian masing-masing
diberi nama Jenggala dan Panjalu. Pembagian kekuasaan ini dilakukan karena ada
perebutan kekuasaan diantara putra mahkota.
2. Pada masa pemerintahan raja Jayacriwisnuwardhana dan
permaisurinya, Crijayawarddhani, kedua daerah itu disatukan kembali.
3. Pentahbisan raja (yang memerintahkan membuat prasasti)
sebagai Jina dengan gelar Cri Jnanjaciwabajra. Perwujudan sebagai Jina
Mahasobya didirikan di Wurare pada 1211 Saka.
4. Raja dalam waktu singkat berhasil kembali menyatukan
daerah yang telah pecah, sehingga kehidupan menjadi sejahtera.
5. Penyebutan si pembuat prasasti yang bernama Nada,
sebagai abdi raja.
Beberapa data tersebut jka dipadukan dengan data-data sejarah yang lain
seperti kitab Negarakretagama, Pararaton, dan prasasti-prasasti yang lain, akan
menghasilkan kerangka sejarah yang gambling. Sebelumnya kita tinjau kembali
lima tokoh yang disebutkan dalam prasasti Wurare tersebut. Kelima tokoh
tersebut adalah Arrya Bharad, Jayacriwisnuwarddhana yang disebut juga dengan
nama Crihariwarddhana, Crijayawarddhani, Raja (yang memerintah membuat
prasasti), dan Nada (sebagai pelaksana pembuat prasasti).
Siapa sebetulnya raja yang memerintah membuatkan prasati ini ? Jawabnya
tidak lain adalah raja Kertanegara, yaitu raja Singosari terakhir. Dalam
prasasti disebutkan bahwa ia adalah anak raja Crijayawisnuwarddhana dengan
Crijayawarddhani. Nama Crijayawisnuwarddhana sekarang lebih dikenal dengan nama
Wisnuwarddhana atau Ranggawuni.Kemudian Arrya Bharad, nama ini dikenal pada
masa pemerintahan raja Airlangga. Sedangkan Nama sudah jelas disebutkan bahwa
ia adalah abdi raja.
Selanjutnya dari prasasti ini dapat diketahui data-data sejarah yang
penting sebagai berikut :
Pada jaman kerajaan Medang, yaitu masa akhir pemerintahan raja Airlangga,
tepatnya 963 Saka, terjadi pembagian kerajaan menjadi dua. Hal ini terpakasa
dilakukan untuk menghindari perebutan kekuasaan diantara 2 putra mahkota.
Pembagian kerajaan dilakukan oleh seorang pendeta yang sangat terkenal
kesaktiannya, bernama Arrya Bharad. Caranya membasahi dan membelah bumi dengan
air kendi yang berkilat, Kedua kerajaan ini dibatasi oleh gunung Kawi dan
sungai Brantas, dan masing-masing disebut kerajaan Jenggala dan Panjalu.
Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas, dengan
pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruan. Ibukotanya adalah Kahuripan, yaitu
bekas ibukota kerajaan Airlangga. Sedangkan kerajaan Panjalu, yang kemudian
dikenal dengan nama Kediri, meliputi daerah Kediri dan Madiun. Ibukotanya Daha,
yang mungkin didaerah Kediri sekarang.
Pada jaman kerajaan Singosari, tepatnya pada masa pemerintahan raja
Wisnuwarddhana, kerajaan Panjalu dan Jenggala berusaha disatukan kembali
dibawah kekuasaan kerajaan Singosari. Usaha yang dilakukan raja Wisnuwarddhana
untuk mempersatukan tersebut dengan cara mengawinkan anaknya yang bernama
Turukbali dengan Jayakatwang yang meupakan keturunan raja Kediri terakhir yaitu
raja Kertajaya. Jayakatwang yang merasa bahwa ia adalah pewaris sah atas tahta
Kdiri sehingga ia berusaha merebut kembali kekuasaannya.
Ulahnya yang selalu berusaha merebut kekuasaan itulah yang ingin dicegah
raja Wisnuwarddhana dengan jalan mengadakan perkawinan politik tersebut. Usaha
itu kemudian dilanjutkan oleh keturunannya yang bernama raja Kertanegara yang
mengawinkan anaknya dengan anak Jayakatwang yang bernama Arddhara.
Kenyataan tetap membuktikan bahwa usaha yang baik tidak selalu lancar.
Jayakatwang tetap berusaha merebut kekuasaan. Kertanegara dianggap sebagai
orang yang tidak berhak atas tahta kerajaan. Cara yang ditempuh Kertanegara
untuk menunjukkan bahwa ia adalah putra mahkota yang sah yaitu dengan
menyebutkan Crijayawisnuwarddhana dan Crijayawarddhani sebagai orang tuanya
dalam prasasti Wurare itu. Disamping itu, disebutkan bahwa Kertanegara adalah
raja yang pandai dalam dharma dan sastra, serta sebagai pendeta dari keempat
pulau. Ia dikukuhkan sebagai Jina Mahasobya dengan gelar Crijnanaciwabajra.
Maksud pengukuhannya sebagai Jina adalah untuk menunjukkan kekuasaan dan
kebesaran dirinya. Mahasobya adalah dewa Aksobhya tertinggi. Sebutan
Kertanegara sebagai Mahasobhya berarti ia mempunyai sifat yang ada dalam diri
Dewa Aksobhya dan emanasinya, yaitu mempunyai sifat damai, berkuasa, dan
kekuasaannya yang tiada tandingannya. Sedangan gelarnya sebagai Cri
Jnannaciwabajra dapat berarti bahwa ia adalah orang yang mempunyai pengalaman
atau berpengalaman seperti Dewa Siwa, serta dapat memusnahkan kejahatan untuk
kesejahteraan semua umat manusia.
Selain itu, gelar-gelar Kertnegara tersebut juga mempunyai latar belakang
politik. Raja Kertanegara ingin menyaingi raja Kubilai Khan yang dikukuhkan
sebagai Jina Mahamitabha. Persaingan ini timbul karena raja Kubilai Khan ingin
berkuasa diseluruh Asia Tengara. Tetapi raja Kertanegara tidak mau tunduk
begitu saja. Pada 1211 Saka, utusan dari raja Kubilai Khan bernama Meng-Ch’I,
yang meminta pengakuan kekuasaan Kubilai Khan, ditolak dan disuruh pulang ke
Mongol oleh raja Kertanegara.
Semua itu dilakukan bertepatan dengan dibuatnya prasasti Wurare yang
menyatakan kekuasaan dan kebesaran raja Kertanegara sebagai Jina Mahasobhya.
Mahasobhya adalah Jina yang menguasai mata angin sebelah timur, sedangkan Mahamitabha
menguasai mata angin sebelah barat. Dengan demikian Kubilai Khan menguasai
wilayah bagian barat sedangkan Kertanegara menguasai wilayah bagian timur.
Dari semua keterangan tersebut dapat diketahui bahwa arca Joko Dolog
merupakan perwujudan raja Kertanegara sendiri. Sedangkan prasasti yang
dipahatkan mengelilingi lapiknya mengandung nilai sejarah politik yang penting.
Terutama sebagai bukti bahwa bangsa kita sejak jaman dahulupun tidak mau begitu
saja menyerah kepada penjajah asing. Juga berusaha menggalang persatuan untuk
menegakkan kekuatan.
k. Makam Ki Ageng Bungkul
Terletak di Taman Bungkul jalan Progo dalam wilayah Surabaya Pusat. Ki
Ageng Bungkul adalah seorang nayaka (keramat) kerajaan Majapahit yang kemudian
menjadi mertua Sunan Giri. Beliau sering berkonsultasi dengan Sunan Ampel
mengenai masalah agama Islam sehingga kemudian masuk Agama Islam. Ki Ageng
Bungkul aslinya bernama Ki Supa, seorang ahli pembuat keris dari Tuban.
Kemudian beliau menetap di Bungkul sampai wafatnya. Banyak orang yang berziarah
ke makam Sunan Giri, singgah ke makam Ki Ageng Bungkul.
l. Makam Mbah Ratu
Makam Mbah Ratu yang berlokasi di jalan Demak (Surabaya Utara), dipercaya orang sebagai makam buritan perahu dari Laksana Zeng Ho dari negeri Cina. Dia mengadakan muhibah pada tahun 1414 dn perahunya hancur dipelabuhan Holandper (Tanjung Perak). Makam ini sebenarnya pindahan dari makam perahu sebelumnya yang ada di Prapat Kuning.
Makam Mbah Ratu yang berlokasi di jalan Demak (Surabaya Utara), dipercaya orang sebagai makam buritan perahu dari Laksana Zeng Ho dari negeri Cina. Dia mengadakan muhibah pada tahun 1414 dn perahunya hancur dipelabuhan Holandper (Tanjung Perak). Makam ini sebenarnya pindahan dari makam perahu sebelumnya yang ada di Prapat Kuning.
m. Makam Dr.Soetomo
Almarhum Dr. Soetomo dilahirkan di desa Ngepeh-Nganjuk pada tanggal 30 Juli
1888. Setelah tamat di sekolah Europesche Lagere School, beliau melanjutkan
studinya di Stovia Jakarta dan lulus sebagai dokter pada tahun 1911. Kemudian
beliau melanjutkan pendidikannya di Amsterdam, lulus sebagai dokter ahli dan
menjadi pembantu Profesor Unna di Hamburg Jerman dan pembantu Profesor de
Plant di wina Austria. Tahun 1933 kembali ke tanah air, ditempatkan sebagai
guru disekolah dokter Nias dan membuka praktek sebagai dokter di Jalan Simpang
Dukuh 12 Surabaya.
Selaku perintis kemerdekaan baliau mendirikan perkumpulan Budi Oetomo pada
tanggal 20 Mei 1908 dan pada tanggal 4 Juli 1924 mendirikan Indonesische Studie
Club. Pada tanggal 1 januari 1932 untuk menyongsong keluarnya Ir. Soekarno dari
penjara Sukamiskin, maka di Surabaya diadakan Kongres Indonesia Raya ke-1 di
Gedung Nasioanl Indoensia. Beliau wafat sebagai pahlawan pada tanggal 30 Mei
1938 dan dimakamkan di halaman Gedung Nasional Indonesia jalan Bubutan.
n. Makam W.R Supratman
Makam Wage Rudolf Supratman di jalan Kenjeran-Surabaya Timur, beliau
dilahirkan 9 Maret 1903. Semasa hidupnya beliau menciptakan lagu-lagu guna
menggugah bangsa Indoensia untuk segera memperoleh cita-citanya yaitu Indonesia
Merdeka. W.R Supratman adalah pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Disamping itu, beliau juga pencipta lagu terkenal lainnya seperti: Ibu Kita
Kartini, Di timur Matahari, Bangunlah Wahai Kawan dan Matahari Terbit. Atas
jasanya kepada negara beliau dianugerahi bintang Maha Putra Anumerta.
o. Makam Pangeran Yudo Kardono
Makam Pangeran Yudo Kardono makam ini terletak di kampung Kedondong –
Surabaya Pusata yang konon merupakan makam dari salah seorang Panglima Perang
Kerajaan Mataram, wafat pada saat ditugaskan oleh Sultan Agung dari Mataram
untuk menundukkan Surabaya. Makam ini banyak dikunjungi oleh Peziarah yang
kebanyakan berasal dari Jawa Tengah.
Cagar Budaya
Kota Surabaya yang dijuluki Kota Pahlawan, memiliki 169 bangunan cagar
budaya yang memiliki sejarah tersendiri. Bagunan cagar budaya merupakan warisan
yang harus dilindungi. Bangunan bersejarah di Surabaya juga merupakan bukti
bahwa kota ini layak menyandang sebagai kota pahlawan.
Sebelumnya telah ada 167 bangunan yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
Sebanyak 61 bangunan ditetapkan pada tahun 1996 dan 102 bangunan ditetapkan
pada tahun 1998. Adapun empat lainnya, ditetapkan pada tahun 2009, yakni
Lapangan Golf Ahmad Yani, Gedung Gelora Pantjasila, Kolam Renang Brantas, dan
gedung Perkumpulan Olah Raga Embong Sawo.
Untuk melesarikan warisan budaya tersebut, dinas Pariwisata kota surabaya
untuk kedepanya akan merintis kerjasama dengan pabrik cat melalui Ikatan
Arsitek cabang surabaya. itu dilakukan untuk perawatan terhadap 169 bangunan
cagar budaya tersebut. Saat ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surabaya
selalu melakukan pantauan terhadap banguna bersejarah di kota Surabaya. dinas
pariwisata dibantu oleh Tim Cagar Budaya yang dbentuk oleh walikota. Tim
tersebut memiliki tugas memberikan masukan atau sebagai tim ahli untuk
menentukan kelayakan sebuah bangunan untuk dijadikan bangunan cagar budaya.